Blog

Artikel Teknologi

Deepfake: Teknologi Canggih yang Berbahaya

Perkembangan teknologi memang memudahkan siapa pun menjalani rutinitas. Namun, tak sedikit orang yang menyalahgunakannya untuk merugikan orang lain. Deepfake merupakan salah satu contohnya. Teknologi deep fake memungkinkan siapa pun untuk membuat video rekayasa menggunakan aplikasi kamera yang dapat diunduh secara gratis. Dengan aplikasi ini, Anda bisa mengganti wajah, menambah tinggi badan, memutihkan warna kulit, hingga melenyapkan kerutan.

Jika hanya digunakan untuk bersenang-senang tentu tidak masalah. Namun, cukup banyak selebritas dunia dan politisi yang menjadi korban konten deep fake. Konten rekayasa ini tak hanya merugikan, tetapi juga mencoreng nama baik korbannya. Hal ini memicu kekhawatiran publik sehingga menyebabkan sebagian negara mengeluarkan tindakan penanggulangan, salah satunya dengan membentuk undang-undang khusus.

Apa Itu Deepfake?

Deepfake adalah rekaman video, foto, atau audio yang dimanipulasi menggunakan kecerdasan buatan (AI) dan tampak nyata. Teknologi ini mampu mengganti wajah, memanipulasi ekspresi wajah, serta mensintesis wajah dan ucapan. Deepfake sering digunakan untuk menciptakan kesan bahwa orang tersebut melakukan atau mengucapkan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah dilakukan.

Sederhananya, deepfake adalah video atau rekaman audio palsu yang terlihat dan terdengar seperti aslinya. Dulunya, konten ini merupakan tanggung jawab studio efek khusus Hollywood dan badan intelijen yang memproduksi propaganda, seperti Direktorat JTRIG CIA atau GCHQ. Namun, kini siapa pun dapat mengunduh perangkat lunak deepfake dan membuat video palsu yang meyakinkan.

Bagaimana Cara Kerja Deepfake?

Biasanya, video deepfake menukar wajah atau memanipulasi ekspresi wajah. Untuk membuat video deepfake seseorang, pembuat konten akan menonton rekaman video untuk memahami seperti apa orang tersebut dari berbagai sudut dan di bawah pencahayaan yang berbeda. Pembuat konten akan menggabungkan pemahaman tersebut dengan teknik grafik komputer untuk menempatkan salinan orang tersebut ke orang yang berbeda.

Ketika proses  penukaran wajah, wajah di sebelah kiri akan diletakkan di atas tubuh orang lain. Sementara ekspresi wajah di sebelah kiri akan ditiru oleh wajah di sebelah kanan. Deepfake mengandalkan jaringan saraf tiruan, yakni sistem komputer yang mengenali pola dalam data. Untuk mengembangkan foto atau video deepfake, sebuah aplikasi akan melibatkan ribuan gambar yang dimasukkan ke jaringan saraf tiruan. Tindakan ini secara tidak langsung telah melatih jaringan tersebut untuk mengidentifikasi dan merekonstruksi pola wajah.

Deepfake mengeksploitasi kecenderungan manusia menggunakan Generative Adversarial Networks (GAN) dengan dua model Machine Learning (ML). Satu model ML bertugas untuk mengumpulkan data dan memalsukan video, sedangkan model ML lainnya mendeteksi pemalsuan. Umumnya, pemalsu akan membuat video rekayasa sampai model ML lainnya tidak dapat mendeteksi rekayasa tersebut.

Makin besar kumpulan data yang tersedia, makin mudah pemalsu membuat konten deepfake yang dapat dipercaya. Inilah sebabnya mengapa video mantan presiden dan selebritas Hollywood sering digunakan dalam pembuatan konten deepfake.

Manfaat Deepfake

Pada dasarnya, kemiripan suara dan wajah yang dikembangkan menggunakan teknologi deepfake dapat digunakan di industri film untuk mencapai efek kreatif maupun mempertahankan cerita yang kohesif. Contohnya, dalam film Star Wars, teknologi deepfake digunakan untuk menggantikan karakter yang sudah meninggal atau karakter lain yang muncul di masa muda pemeran utama. Di dunia bisnis, teknologi deepfake memungkinkan konsumen mencoba pakaian secara virtual.

Baca juga: Data Center di Dalam Infrastruktur IT

Bahayakah Deepfake?

Terlepas dari aplikasi legal, seperti yang digunakan dalam film dan perdagangan, deepfake lebih sering digunakan untuk eksploitasi. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa sebagian besar konten deepfake online adalah pornografi yang secara tidak proporsional mengorbankan kaum hawa.

Selain hal tersebut, ada juga kekhawatiran mengenai potensi pertumbuhan penggunaan deepfake untuk disinformasi. Pasalnya, deepfake dapat digunakan untuk memengaruhi pemilu, memicu kerusuhan sipil, atau sebagai senjata perang psikologis. Hal itu juga dapat menyebabkan pengabaian bukti sah dari kesalahan yang secara umum merusak kepercayaan publik.

Bagaimana Cara Melindungi Diri Dari Deepfake?

Peneliti dan perusahaan internet, seperti Intel dan Microsoft telah melakukan eksperimen dengan sejumlah metode untuk mendeteksi deepfake. Metode ini biasanya menggunakan AI untuk menganalisis video artefak digital atau detail yang gagal ditiru oleh deepfake secara realistis, seperti berkedip.

Deepfake adalah alat berteknologi tinggi yang kerap digunakan untuk eksploitasi dan disinformasi. Pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan deepfake lebih sulit untuk dideteksi sehingga membutuhkan pengamatan yang lebih dalam. Meskipun demikian, terdapat sejumlah cara yang dapat diterapkan untuk melindungi diri dari konten deepfake, di antaranya:

  • Gunakan analis heuristik untuk mengidentifikasi beberapa deepfake yang tidak sempurna.
  • Manfaatkan blockchain untuk menyimpan data secara online. Blockchain sangat tangguh terhadap sekelompok besar ancaman keamanan yang rentan terhadap penyimpanan data terpusat.
  • Kendati hingga saat ini tidak ada tindakan hukum yang serius untuk mengamankan individu dari pemalsuan, langkah ini dapat diambil sebagai salah satu cara memutus distribusi yang lebih luas.

Demikianlah informasi mengenai teknologi deepfake yang perlu untuk diketahui. Sangat penting untuk mengedukasi orang-orang di sekitar Anda tentang kemampuan hebat dari algoritme AI. Tentunya, hal ini dilakukan untuk meminimalisasi penggunaan teknologi yang buruk.

Photo by Markus Winkler on Unsplash

Bagikan artikel ini:

WhatsApp Konsultasikan di nomor Whatsapp Kami