Gencarnya pemerintah melakukan sosialisasi program pemberian vaksin Indonesia bukan tanpa alasan. Vaksinasi dinilai sebagai salah satu upaya terbaik untuk mencegah penularan dan menekan kasus penyebaran COVID-19. Selain kurangnya kesadaran masyarakat untuk mematuhi Protokol Kesehatan (Prokes), munculnya varian Delta yang turut memicu lonjakan kasus aktif dan kematian akibat COVID-19.
Para ahli berpendapat bahwa varian Delta merupakan virus yang mengandung dua mutasi, yakni varian Alpha (Inggris) dan Beta (Afrika Selatan). Tak heran apabila varian yang pertama kali ditemukan di India ini dianggap lebih menular. Bahkan, orang yang terinfeksi varian Delta cenderung mengalami gejala parah dibandingkan varian lainnya. Meskipun demikian, risiko penularan dan kematian dapat diminimalisasi dengan vaksinasi.
Deretan Corona Vaksin Indonesia yang Ampuh Lawan Varian Delta
Di Indonesia, Sinovac dan AstraZeneca digunakan dalam program vaksinasi pemerintah, sedangkan merek Sinopharm digunakan dalam program Vaksinasi Gotong Royong (VGR). Merek lain yang juga digunakan untuk vaksinasi adalah Moderna dan Pfizer. Lantas, seberapa efektif vaksin tersebut melawan varian Delta?
Sinovac
Dikembangkan oleh perusahaan biofarmasi asal Tiongkok, Sinovac merupakan merek pertama yang digunakan dalam program vaksin Indonesia. Vaksin Sinovac terbuat dari virus inactivated yang diberikan secara intramuskular. Untuk membentuk herd immunity, pemberian vaksin dilakukan dua kali dengan dosis 0.5 ml. Rentang waktu minimal pemberian dosis pertama hingga kedua adalah 28 hari. Vaksin ini aman digunakan untuk lansia, dewasa, dan anak usia 12 hingga 18 tahun.
Kendati belum terdapat studi mengenai efektivitas Sinovac terhadap varian Delta, World Health Organization meyakinkan bahwa dua dosis Sinovac tetap efektif melindungi dan menurunkan risiko gejala positif yang parah. Sementara menurut hasil uji klinik yang dilakukan di Bandung, dua dosis Sinovac memiliki efikasi sebesar 65.3%. Namun, hasil penelitian di Tiongkok menyatakan bahwa antibodi yang dihasilkan Sinovac akan menurun setelah enam bulan sehingga membutuhkan booster, yakni pemberian vaksin dosis ketiga.
Sinopharm
Mulanya, Sinopharm diusulkan sebagai salah satu vaksin yang digunakan dalam program Vaksin Gotong Royong melalui jaringan Kimia Farma. Namun, dibatalkan sementara waktu oleh pemerintah. Pengembang Beijing Institute of Biological Product menciptakan vaksin Sinopharm dengan teknologi virus inaktif yang dilemahkan.
Vaksin ini dapat digunakan untuk orang dewasa di atas 18 tahun. Dibutuhkan dua dosis Sinopharm untuk membentuk herd immunity. Interval pemberian dosis satu dengan dosis dua adalah 21 hari. Meskipun belum terdapat laporan mengenai efektivitas Sinopharm melawan varian Delta, Prof. Zullies Ikawati dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebut bahwa efikasi Sinopharm mencapai 78%.
Baca juga: Beradaptasi dengan New Normal: Perubahan Gaya Hidup di Tengah Pandemi
AstraZeneca
Vaksin yang ditemukan dan dikembangkan oleh University of Oxford ini terbuat dari viral vector. Metode ini menggunakan virus lain yang dimodifikasi dengan tujuan untuk memicu respon imun. AstraZeneca memanfaatkan adenovirus yang berasal dari simpanse sehingga relatif aman karena hanya menimbulkan gejala pilek ringan.
Serupa dengan Sinovac dan Sinophram, AstraZeneca juga diberikan sebanyak dua dosis. Jarak antara dosis pertama dengan kedua cukup jauh, yakni 12 minggu. Efikasi AstraZeneca menurut peneliti di PHE (Public Health England) mencapai 33% untuk varian Delta, 50% varian Alpha dengan satu dosis, dan 62.1% terhadap infeksi bergejala.
Pfizer
Vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi asal Amerika, BioNTech ini menggunakan metode mRNA, yakni teknik genetika khusus. Untuk membentuk herd immunity, vaksin Pfizer harus diberikan sebanyak dua kali dengan dosis 0.3 ml. Interval minimal pemberian dosis satu ke dosis dua adalah 21 – 28 hari. Sama halnya dengan Sinovac, Pfizer juga aman digunakan untuk orang dewasa, lansia, dan anak usia 12 hingga 15 tahun.
Menurut laporan The New York Times, hasil penelitian yang dilakukan di Inggris pada bulan Mei menyebutkan bahwa dua dosis vaksin Pfizer 88% efektif melindungi tubuh dari serangan varian Delta. Namun, hasil studi dari Skotlandia di bulan Juni menyebut bahwa efikasi Pfizer melawan varian Delta hanya mencapai 79%. Di awal Juli Kementerian Kesehatan Israel mengumumkan efektivitas Pfizer terhadap seluruh varian Corona menurun dari 95% ke 64%.
Moderna
Dikembangkan oleh NIAID (National Institute of Allergy and Infectious Diseases), vaksin Moderna juga menggunakan teknologi serupa Pfizer, yakni mRNA. Sejak awal Juli, Moderna telah mendapatkan izin penggunaan dari BPOM sebagai booster untuk tenaga kesehatan. Pemberian dua vaksin Moderna dengan dosis 0.5 ml secara intramuskular dapat mempercepat proses pembentukan herd immunity. Rentang waktu dosis pertama Moderna dengan dosis kedua adalah 28 hari.
Vaksin Moderna diklaim efektif menurunkan risiko penularan COVID-19. Sejumlah peneliti juga melaporkan bahwa vaksin Moderna dapat menetralkan varian virus Beta, Delta, Kappa, dan Eta. Pada kelompok usia 18 – 65 tahun, efikasi vaksin ini mencapai 94.1%. Sementara efikasi kelompok 65 tahun ke atas mencapai 86.4%.
Demikianlah informasi singkat mengenai jenis dan efektivitas sejumlah merek vaksin yang digunakan oleh pemerintah dalam program vaksin Indonesia untuk menekan angka positif COVID-19.
Photo by Mohammad Shahhosseini on Unsplash
Share artikel ini: